Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
ruang lingkup diartikan sebagai “luasnya subjek yang yang tercakup”. Bisa
juga diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan sesuatu tersebut. Ruang
lingkup hukum keluarga islam berarti luasnya subjek yang tercakup dalam hukum
keluarga islam atau segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum keluarga islam.
Ada beberapa pendapat dari para ulama fikih
dalam membagi atau mengelompokkan ruang lingkup hukum keluarga islam. Mereka mempunyai
pendapat tersendiri dalam setiap pengelompokannya.
Dibawah ini adalah beberapa pendapat dan
ringkasannya dari setiap pendapat ulama fikih.
1. Ibn Jaza Al
Maliki (seorang ulama dari mazhab Maliky)
a. Perkawinan
dan perceraian
b. Wakaf
(al-waqf atau al-habs)
c. Wasiat
d. Fara’id
(pembagian harta pustaka)
Ke-lima ini beliau masukkan dalam kelompok
muamalah dan masing-masing berdiri sendiri diantara 24 bahasan lainnya.[1]
2. Ulama
Syafi’iyah
Mereka menjadikan hukum keluarga menjadi
bahasan tersendiri, dengan nama bab “munakahat”. Bab ini menjadi bagian
tersendiri dari empat bagian, yakni:
a. Ibadah :
hukum yang mengatur antara manusia dengan Allah
b. Muamalah : hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia dibidang kebendaan
dan pengalihannya
c. Munakahat :
hukum yang mengatur antara hubungan antar anggota keluarga
d. Uqubah :
hukum yang mengatur tentang keselamatan dan jaminan jiwa dan harta benda,
urusan public dan kenegaraan.[2]
3. Mustafa
Ahmad al-Zarqa (ulama kontemporer)
a. Ibadah : hukum yang mengatur hubungan Allah dengan
manusia, seperti sholat
b. Hukum
keluarga (al-ahwal al-shakhsiyah) hukum perkawinan (nikah), perceraian (talak,
khuluk dll), nasab, nafkah, wasiat, dan waris.
c. Mu’amalat :
hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia yang berkenaan dengan harta
(al-amwal), hak, dan pengelolaan harta (al-tashorruf) dengan jalan transaksi
(akad) dan jalan lainnya.
d. Hukum kenegaraan
(al-ahkam al-sulthaniyah) : hukum yang mengatur hubungan pemimpin dengan
rakyat, serta hak dan kewajiban rakyat dan pemimpin.
e. ‘Uqubah : hukum yang mengatur tentang pemberian sanksi
bagi orang-orang yang melakukan pelanggaran dan tindak pidana untuk menjaga
ketertiban dan keamanan manusia secara kolektif
f. Al-huquq al-dualiyah : hukum yang mengatur
hubungan bilateral (dua negara) dan multilateral (banyak negara)
g. Fiqih akhlaq
(al-adab) : hukum yang mengatur keutamaan pergaulan dan hubungan manusia dengan
manusia.[3]
4. ‘Abd
al-Wahhaf Khallaf (ulama kontemporer)
Mengelompokan hukum dalam Al Qur’an menjadi
3 kelompok : akidah, akhlak dan muamalah. Kemudian membagi muamalah menjadi dua
kelompok besar: ibadah dan muamalah. Kemudian membagi muamalah dalam 7 bidang,
yaitu:
a. Bidang hukum
keluarga (ahkam al-ahwal al-syakhsiyah) : hukum yang mengatur hubungan
keluarga, yang dimulai dari awal pembentukan keluarga.
b. Bidang
perdata (ahkam al-madniyah): hukum mu’amalah individual, seperti jual beli, pinjam
meminjam dan sejenisnya, tujuannya adalah untuk mengatur hubungan kebendaan
individual dan jaminan hak.
c. Bidang
pidana (ahkam al-jinaiyah): hukum yang berkaitan dengan kepidanaan, bertujuan
untuk menjamin kehidupan manusia dan harta.
d. Bidang
peradilan (ahkam al-murofa’at): berkaitan dengan proses peradilan, saksi dan
sumpah, bertujuan untuk menjamin terciptanya keadilan antar sesama manusia.
e. Bidang
perundang-undangan (ahkam al-dusturiyah): bertujuan untuk memberikan batasan
antara hakim dan orang berperkara, dan menetapkan batasan antara hak individu
dan sosial.
f. Bidang bilateral dan multilateral (ahkam
al-duwaliyah): hukum yang berkaitan dengan masalah hukum kenegaraan
g. Bidang
ekonomi dan kekayaan (ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah): hukum yang mengatur
hak antara pemberi (orang kaya/aghniya) dan peminta-minta (al-sail) dalam
kaitannya dengan harta kekayan, mengatur penyaluran dan pengelolaan harta,
tujuannya untuk mengatur hubungan orang kaya dan miskin, antara hak negara dan
pribadi.
5. Mahmud syaltut
membagi syari’ah menjadi 6, yaitu:
a. Ibadah
b. Keluarga dan
waris (nidzam al-usrah wa al-mawarits)
c. Harta dan
perwakilan (al-amwal wa al-mubadalat)
d. Jaminan
keselamatan jiwa dan harta (al-uqubat)
e. Perdata
kebendaan dan pidana dalam islam (al-mas’uliyat al-madaniyah wa al-jinaiyah fi
al-syari’ah al-islamiyah)
f.
Pendayagunaan kekuatan umat (al-ummatu fi
al-islam)
6. Wahbah
al-Zuhaili menjadikan hukum keluarga islam bab tersendiri. Dalam kitab
al-Mughniyah membahas dua bahasan pokok yajni:
1. al-ibadat,
2. al-ahwal al-syakhsiyah
Adapun
cakupan yang mengatur kehidupan keluarga menurut pandanngan umumnya ahli hukum
islam (fuqoha) dalam kitab-kitab fiqih adalah:
1. Tata cara
meminang
2. Syarat-syarat
dan rukun-rukun nikah
a. Akad nikah
b. Wali nikah
c. Saksi dalam
perkawinan
d. Mempelai
3. Mahar
4. Mahram/muhrim
5. Nikah yang sah
dan nikah yang tidak sah
6. Poligami
7. Hak dan
kewajiban suami/isteri
8. Nafkah
9. Perceraian
10. ‘Iddah
11. Ruju’
12. Hubungan
anak dan orang tua
13. Pemeliharaan
dan pendidikan anak (hadhanah)
14. Subyek-subyek
yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga, dan
15. Masalah
waris
a. Ahli waris
b. Besarnya
bagian
c. Aul dan rad,
dan
d. Hibah
Dengan ringkas, cakupan Hukum Keluarga
Islam dalam kitab-kitab fikih konvensional dapat dikelompokkan menjadi 4 yakni
1. Bahasan yang
hanya mencakup 3 pokok bahasan, yaitu (1) perkawinan, (2) perceraian, (3) warisan
2. Bahasan yang
mencakup 4 pokok bahasan yaitu, (1) perkawinan, (2) perceraian, (3) warisan,
(4) wakaf
3. Bahasan yang
mencakup 5 bahasan yaitu, (1) perkawinan, (2) perceraian, (3) warisan, (4)
wasiyat, dan (5) wakaf
4. Bahasan yang
menckup 6 pokok bahasan yaitu, (1) perkawinan, (perceraian, (3) warisan, (4)
wasiyat, (5) wakaf dan (6) perwaliyan
Dengan demilkian dari berbagai pendapat
tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa cakupan Hukum Keluarga Islam yaitu:
1. Perkawinan,
yang mencakup:
a. Peminangan
b. Syarat dan
rukun nikah, termasuk mahar, mahram dan status nikah (sah atau tidak sah)
2. Kehidupan
rumah tangga, mencakup:
a. hak dan
kewajiban suami, isteri, dan anak, yang berarti masuk juga hubungan orang tua
dan anak
b. pologami
c. nafkah
3. Perceraian,
yang berarti proses penyelesaian masalah rumah tangga, yang mencakup:
a. shiqaq dan
nusyuz (percekcokan dan ada yang durhaka/membangkangisteri)
b. khuluk dan
talak (inisiatif untuk cerai, baik dari isteri (khuluq) atau suami (talaq)
c. ‘iddah (masa
menunggu bagi isteri) dan ruju’ (hak kembali, tidak jadi pisah/cerai).
4. Pemeliharaan
dan pengasuhan anak (hadanah).
5. Penyelesaian
urusan harta akibat waris mewaris, yang mencakup:
a. waris
b. wasiyat
c. wakaf
d. transaksi
penyerahan atau penerimaan lain
Adapun Undang-Undang
yang mencakup seluruh aspek dalam perkawinan dan perceraian adalah cakupan
Undang-Undang No.1 tahun 1974.
sumber buku : Ruang Lingkup Hukum Keluarga Islam Khoiruddin Nasution
[1] Umar sulaiman al ‘Ashqar, Tarikh al-Fiqh
al-Islam (Amman: Dar al-Nafa’is, 1991 hlm. 20-21.
[2] Umar sulaiman, tarikh, hlm 20-21
[3] Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Fiqh
al-Islam fi Thaubihi al-Jadid: al-Madkhal al-Fiqhi al-Amm (Beirut: Dar
al-Fikr, t.t), hlm 55—56.
Comments