Secara umum,
Hukum Acara Pidana diatur dalam UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hukum Acara Pidana adalah:
1. Keseluruhan aturan hukum yang mengatur cara-cara
mempertahankan Hukum Pidana Materiil;
2. Keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana
Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
memidana atau membebaskan pidana;
3. dll.
Dalam Hukum
Acara Perdata, hakim bersifat “pasif”, sedang dalam Acara Pidana hakim bersifat
“aktif”. Karena, pada Acara Perdata, inisiatif beracara datang dari para pihak,
sedangkan pada Acara Pidana inisiatif beracara datang dari pihak Penguasa.
Tetapi, dalam
beberapa tindak kejahatan, pihak Penguasa baru bertindak sesudah ada pengaduan
dari yang bersangkutan, yaitu:
1. Kejahatan yang melanggar kesusilaan (Pasal 284, 287
KUHP, dll),
2. Kejahatan berupa penghinaan ringan (Pasal 319 KUHP),
3. Kejahatan pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP).
Tahap-tahap Acara Pidana
Perbandingan antara HIR (Herzien
Inlands Reglement) & KUHAP
Menurut HIR
1. Pemeriksaan pendahuluan/ permulaan (Polisi &
Jaksa)
2. Pemeriksaan dalam sidang pengadilan/ terakhir (Hakim
& Jaksa)
3. Pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi)
Menurut KUHAP
1. Penyelidikan (Polisi)
2. Penuntutan (Jaksa)
3. Pemeriksaan di pengadilan (Hakim)
4. Pelaksanaan putusan/ eksekusi (Jaksa, diawasi oleh
Ketua Pengadilan)
TAHAP-TAHAP ACARA PIDANA
1.
PENYIDIKAN (Pasal 1 (2)
KUHAP) dan PENYELIDIKAN (Pasal 1 (5)
KUHAP)
Dalam PENYIDIKAN dan PENYELIDIKAN, terdapat kegiatan:
a.
PENANGKAPAN
(Pasal 1 (20) KUHAP)
b.
PENAHANAN (Pasal 1 (21) KUHAP)
c.
PENGGELEDAHAN (Pasal 1 (17) (18) KUHAP)
d.
PENYITAAN (Pasal 1 (16) KUHAP)
e.
PEMERIKSAAN SURAT-SURAT
Pada
tahap ini, orang yang disangka melakukan perbuatan pidana, disebut TERSANGKA
(Pasal 1 (14) KUHAP)
2.
PENUNTUTAN
a. Perkara pidana disampaikan
kepada Hakim yang berwenang supaya diperiksa dalam sidang pengadilan. Pada
tahap ini (menurut Doktrin) TERSANGKA
menjadi “TERTUDUH”
b. Hakim mempertimbangkan,
apakah cukup alasan memeriksa perkara pidana dalam sidang pengadilan.
3.
PEMERIKSAAN DI PENGADILAN
a. Hakim mulai memeriksa
perkara setelah Jaksa (Penuntut Umum) membacakan tuduhannya. Pada tahap ini “TERTUDUH”
menjadi TERDAKWA (Pasal 1 (15) KUHAP).
b. Setelah pemeriksaan, Jaksa
mengucapkan Requisitoir, yaitu kesimpulan dari segala pemeriksaan dalam sidang
pengadilan beserta tuntutan hukumannya.
c. Terdakwa dan Pembela dapat
memberikan jawaban atas Requisitoir Jaksa.
d. Kemudian, Pengadilan (Hakim)
bermusyawarah, menetapkan putusannya (oleh Hakim Ketua). Keputusan didasarkan
atas hasil pemeriksaan dalam sidang.
Keputusan Hakim dapat berupa:
a.
dijatuhkannya hukuman (vonis) (Pasal 193 KUHAP)
b.
bebas dari tuduhan (vrijspraak) (Pasal 191 (1) KUHAP)
c.
lepas dari tuntutan (ontslag van rechtsvervolging) (Pasal 191 (2)
KUHAP)
Jika
dijatuhi hukuman, TERDAKWA menjadi TERPIDANA (Pasal 1 (32) KUHAP)
4. EKSEKUSI
Yang
diserahi tugas menjalankan putusan Hakim adalah Jaksa.
Acara Pidana,
pada Tahap I dan Tahap II bersifat INQUISITOIR, sedangkan
pada tahap III lebih bersifat ACCUSATOIR.
INQUISITOR,
berarti bahwa terdakwa berkedudukan sebagai “obyek pemeriksaan” hakim, jadi
bukan merupakan pihak, sehingga tidak mempunyai hak apa-apa.
ACCUSATOIR,
artinya terdakwa berkedudukan sebagai pihak yang didakwa oleh pendakwa (Jaksa)
di muka hakim. Sehingga terdakwa sejajar dengan Jaksa Penuntut Umum.
JENIS-JENIS ACARA PIDANA
1.
Acara Pemeriksaan
Singkat (Pasal 203 KUHAP), yang memeriksa:
a.
Kejahatan/
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205.
b.
Menurut JPU,
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah.
c.
Sifatnya
sederhana.
2.
Acara
Pemeriksaan Cepat (Pasal 205 KUHAP), yang memeriksa:
a.
Tindak Pidana
Ringan (TIPIRING), perkara yang diancam:
1) Pidana penjara/ kurungan maksimal 3 bulan dan atau
2) Denda maksimal Rp 7.500,‑
3) Penghinaan ringan
b.
Pelanggaran
Lalin (UU No. 22 Tahun 2009)
3.
Acara
Pemeriksaan Biasa/ Lengkap
a.
Terdakwa masuk
atas perintah Hakim Ketua
1) Hakim menegaskan identitas
2) Hakim memberi peringatan
b.
Hakim
memerintahkan JPU membaca dakwaan
c.
Terdakwa/
pembela mengajukan eksepsi (keberatan), tentang:
1) Pengadilan tidak berwenang, karena alasan perkara yang
menyangkut perkara perdata.
2) Dakwaan ditolak, karena:
a)
Merupakan
perkara aduan yang tidak dipenuhi surat
aduan dari yang berkepentingan.
b)
Ne bis in idem
(Pasal 76 KUHP) “seseorang tidak dapat dituntut dua kali karena perbuatan yang
telah diadili dan mendapat putusan tetap”.
c)
Surat dakwaan batal, karena alasan ketidaktepatan/ samar-samar (obscuur
libelly) mengenai locus delicti dan tempus delicti.
d.
Pemeriksaan
saksi yang terdapat dalam Surat Pelimpah Perkara, dan saksi yang diminta oleh
Terdakwa, Penasehat Hukum, JPU, selama persidangan dan sebelum putusan.
e.
Pembacaan
Tuntutan JPU/ REQUISITOIR
f.
Pembelaan (PLEIDOI)
oleh Penasehat Hukum/ Terdakwa
g.
Replik oleh JPU
h.
Duplik oleh
Penasehat Hukum/ Terdakwa
i.
Sidang ditutup
untuk musyawarah hakim. Acara pemeriksaan dapat dibuka lagi atas permintaan
Hakim Ketua, JPU, Terdakwa dan Pembela, sebelum vonis.
j.
Rereplik
k.
Reduplik
Comments