Pengertian Maysir, Gharar dan Riba

A.    MAYSIR
1.      Pengertian Maysir
Kata maysir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Maysir biasa disebut dengan istilah judi nah, berjudi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.

Agar bisa dikategorikan sebagai judi maka harus ada 3 unsur yang terpenuhi yaitu:
1)      Adanya taruhan harta/materi yang berasal dari kedua pihak yang berjudi.
2)      Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang dan yang kalah.
3)      Pihak yang menang mengambil harta (sebagian/seluruhnya) yang menjadi taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya.

2.      Hukum Maysir
Perjudian dilarang (haram) dalam islam dengan dasar Al-qur’an dan As-sunnah, dalam Al-qur’an terdapat firman Allah yang melarang untuk berjudi yaitu terjemah Q.S Al-Ma’idah ayat 90:

“wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaiton. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Dari As-sunnah, terdapat sabda Rasulullah SAW:

“Barangsiapa yang menyatakan kepada saudaranya, “mari aku bertaruh denganmu” maka hendaklah ia bersedekah.” (H.R Bukhari dan Muslim).

3.      Contoh Maysir
Ketika sejumlah orang masing-masing membeli kupon togel dengan harga tertentu dengan menembak empat angka. Lalu diadakan undian dengan cara tertentu untuk menentukan empat angka yang akan keluar. Maka, ini adalah undian yang haram, sebab undian ini telah menjadi bagian aktivitas judi. Didalamnya ada unsur taruhan da nada pihak yang menang dan yang kalah, dimana yang mengambil materi yang berasal dari pihak yang kalah. Ini tidak diragukan lagi adalah karakter-karakter judi.

B.     GHARAR
1.      Pengertian Gharar
Gharar menurut bahasa adalah Khida’ yang berarti penipuan. Sedangkan pengertian Gharar secara terminologi adalah penipuan dan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Selanjutnya definisi Gharar menurut para ulama:
·         Imam Syafi’i, adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti (tidak dikehendaki).
·         Wahbah Al-Zuhaili, penampilan yang menimbulkan kerusakan atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian.
·         Ibnu Qayyim, yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar.

2.      Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual beli Gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasul SAW dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi:

“Rasulullah SAW melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.”

Dalam sistem jual beli Gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil. Padahal kita tahu bahwa Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil sebagaimana dalam firman-Nya:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah : 188).

“Hai orang-orang yang beriman, jamganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)

3.      Contoh Gharar
Imam Malik mendefinisikan Gharar sebagai jual beli objek yang belum ada dan dengan demikian belum dapat diketahui kualitasnya oleh pembeli.
Contohnya: jual beli budak belian yang melarikan diri, jual beli binatang yang telah lepas dari tangan pemiliknya, atau jual beli anak binatang yang masih berada dalam kandungan induknya.

C.     RIBA
1.      Pengertian Riba
Menurut etimologi riba berarti Az-ziyadah = tambahan, sedangkan menurut terminologi adalah:
“Kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang membuat akad (transaksi).”
Riba menurut ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang disitilahkan dengan nama “riba” dan Al-Qur’an dating menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti rugi dari tempo.

2.      Jenis Riba beserta Contohnya
a.       Riba Fadhl, tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh : tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.
b.      Riba Yadd, berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya, orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
c.       Riba Nasi’ah, riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan, contoh : Sela meminjam cincin 10 gram pada Ria, oleh Ria disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram. Dan apabila terlambat 1 tahun maka, tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya.
d.      Riba Qardh, meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang. Contoh : Seha meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Sela. Sela mengharuskan dan mensyaratkan agar Seha mengembalikan hutangnya kepada Sela sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

3.      Hukum Riba
Ayat yang melarang Riba :
·         Surat Ali Imran ayat 130
“Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
·         Surat Al-Baqarah ayat 275
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …”
·         Surat Al-Baqarah ayat 276
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah”
           Hadits yang melarang riba :
·         Dari jabir, Rasulullah melaknat riba, yang mewakilinya, penulisnya dan yang menyaksikannya (H.R Muslim).

Comments