Kebudayaan dan Peradaban Arab Pra Kebabian, sebelum Islam datang


Memahami kondisi Arab sebelum datangnya agama Islam sangat penting artinya dalam kontek belajar sejarah peradaban dan perkembangan Islam dari masa ke masa. Hal ini diperlukan sebagai gambaran awal lahirnya sebuah agama terbesar di dunia yang lahir ditengah jazirah kejahiliyaan dan sanggup berkembang ke penjuru dunia.
Jazirah Arab terletak di bagian barat daya Benua Asia. Daratan ini dikelilingi oleh laut dari tiga sisinya, yaitu Laut Merah, Lautan Hindia, Laut Arab, Teluk Oman dan Teluk Persia. Meskipun tanah Arab ini lebih tepat disebut semenanjung, namun Bangsa Arab menyebutnya jazirah atau pulau. Boleh jadi sebutan ini diambil dari kata shibh al-jazirah yang artinya semenanjung.
Bangsa Arab sebelum Islam tidak hanya mendiami Jazirah Arab, namun telah menyebar di daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab sendiri terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian pesisir (Hijaz) dan bagian sahara (Nejd). Di sana tidak ada sungai yang mengalir tetapi, yang ada hanya lembah-lembah (wadi) yang berair di musim hujan. Lembah-lembah ini sangat bermanfaat sebagai jalan bagi kafilah dan orang-orang yang menunaikan ibadah haji.
Penduduk Sahara mayoritas suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan yang nomaden yaitu berpindah dari satu daerah ke daerah lain guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka. Sedangkan daerah pesisir, penduduknya sangat kecil bila dibandingkan dengan penduduk Sahara. Penduduk Pesisir (ahl al-hadlar) sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya, bahkan kerajaan, antara lain Ahsa (Bahrain), Oman, Mahrab, Hadramaut, Yaman dan Hijaz. Dan menjelang kelahiran Islam, bangsa Arab keturunan Yaman berhasil mendirikan kerajaan Hirrah (Manadzirah) dan Ghassasinah di ujung Jazirah Arab bagian utara. Secara umum, iklim di Jazirah Arab sangat panas, bahkan jazirah ini termasuk salah satu daerah yang paling panas dan paling kering di bumi. Ahli geografi memperkirakan, bahwa daratan Arab dahulu (sebelum terputus oleh lembah Sungai Nil dan laut Merah) merupakan sambungan padang pasir yang terbentang luas dari Sahara di Afrika sampai padang pasir Gobi di Asia. dua buah laut yang kini membatasi Jazirah Arab di tepi barat dan di tepi timur, terlampau kecil untuk mengimbangi udara padang pasir yang terlalu panas dan kering, sementara uap air yang dikirim dari samudera menjangkau daerah pedalaman. tidak mengherankan apabila angin timur yang sejuk dan segar menjadi dambaan dan sering kali menjelma dalam syair-syair para penyair Arab. Para ahli sejarah Arab membagi bangsa Arab atas dua kelompok besar, yaitu Arab Baidah dan Arab Baqiah. Arab Baidah merupakan bangsa Arab yang sudah lama punah jauh sebelum Islam lahir.
Cerita-cerita tentang Arab Baidah hanya termaktub di dalam kitab kitab suci agama Samawi dan yang diungkapkan oleh syair-syair Arab, semisal kaum Ad dan Tsamud. Sedangkan Arab Baqiah terdiri dari dua bagian besar, yaitu Arab Aribah dan Arab Musta’ribah. Arab Aribah disebut pula Qahthaniyah dinisbatkan kepada Qahthan, nenek moyang mereka, atau Yamaniyah dinisbatkan kepada negeri Yaman tempat asal persebaran mereka. Arab Aribah ini bercabang menjadi beberapa kabilah, yang terkenal diantaranya adalah kabilah Jurhum dan Ya’rib.  Sedangkan Arab Musta’ribah merupakan keturunan Ismail ibn Ibrahim. karena itu, mereka disebut Ismailiyah atau Adnaniyah dinisbatkan kepada salah seorang keturunan Ismail yang bernama Adnan. Mereka disebut Musta’ribah, karena Ismail sendiri bukan keturunan Arab, melainkan berasal dari bangsa Ibrani. Ia lahir dan dibesarkan di Makkah yang saat itu berada di bawah kekuasaan kabilah Jurhum dari Yaman. Tidak ada pilihan lain bagi Ismail kecuali menggunakan bahasa Arab (bahasa kabilah Jurhum) dalam kesehariannya. Pada mulanya, wilayah utara Jazirah Arab diduduki golongan Adnaniyun dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyun. Akan tetapi, kedua golongan tersebut kemudian membaur karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya. Dalam struktur masyarakat Arab, terdapat kabilah sebagai intinya. Kabilah adalah organisasi keluarga besar yang biasanya hubungan antara anggota-anggotanya satu sama lain terikat oleh nasab dan shihr. Namun, terkadang juga terjadi hubungan seseorang dengan kabilahnya disebabkan oleh perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia dan perbudakan juga bisa menyebabkan terjadinya hubungan seseorang dengan suatu kabilah.
Di atas kabilah terdapat sya’b (bangsa) yang juga didasarkan atas pertalian darah, sedangkan di bawah kabilah adalah buthun, di bawah buthun terdapat fakhd (marga) dan di bawah fakhd adalah ‘asyirah (keluarga). Sebuah kabilah dipimpin oleh seorang kepala yang disebut syaikh al-qabilah. Syaikh al-qabilah biasanya dipilih dari salah seorang anggota yang usianya paling tua dengan melalui musyawarah. Akan tetapi, dalam kasus tertentu bisa terjadi seseorang yang usianya muda mendapat kepercayaan untuk memimpin sebuah kabilah. Seorang syaikh al-qabilah mempunyai kekuasaan untuk memimpin dan setiap anggota memiliki kedudukan yang sama dalam kabilahnya. Mereka mengenal prinsip-prinsip demokrasi, sebagaimana diperlihatkan oleh sikap mereka dalam menghargai pendapat anggota. Masyarakat Arab yang mendiami pedalaman jazirah sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Perasaan senasib mendorong mereka untuk mengatasi bersama setiap kesulitan yang muncul. Akan tetapi, karena masyarakat Arab sejak awal sudah terstruktur dalam kabilah-kabilah, maka kepentingan bersama lebih mereka pahami dalam pengertian yang terbatas hanya untuk kabilahnya sendiri. Hal ini menimbulkan persaingan ketat yang menempatkan kabilah-kabilah badui selalu dalam posisi konflik untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Dari sinilah, tumbuh fanatisme kesukuan yang berlebihan di kalangan masyarakat padang pasir. Oleh karena itu, di kalangan mereka berlaku ketentuan, bahwa kesalahan seorang anggota kabilah terhadap kabilah lain menjadi tanggung jawab kabilahnya. Ancaman terhadap salah seorang anggota kabilah berarti ancaman terhadap kabilah itu.
Arab pedalaman (badui) sangat mencintai kebebasan, seakan tidak ada kekuatan lain yang mampu mengekangnya. Dari prinsip ini, tidak jarang terjadi suatu persoalan kecil yang bisa menimbulkan perang dahsyat dan permusuhan yang berlarut-larut dengan dalih mempertahankan harga diri. Karena itu, pada masyarakat badui berlaku hukum “siapa yang kuat akan hidup dan siapa yang lemah akan tertindas”. Akibat peperangan yang terjadi terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang dan nilai wanita menjadi sangat rendah.
Lain halnya dengan masyarakat Arab yang mendiami pesisir jazirah. Mereka telah mencapai tingkat kemajuan kebudayan di masanya. Dengan bertempat tinggal tetap, mereka memiliki kesempatan untuk membangun pemerintahan yang teratur dan membangun kebudayaan. Kesempatan inilah yang tidak dimiliki oleh kaum badui. Beberapa kabilah memiliki status sosial yang tinggi dan dimuliakan oleh penduduk, semisal kabilah Quraisy di Makkah dan kabilah Aus dan Khazraj di Madinah. Sebagian besar kota-kota dan pemukiman yang subur terletak di Yaman karena ditunjang oleh letaknya yang strategis, memberi peluang kepada Yaman untuk menjadi bandar niaga yang besar pada lintasan perdagangan antara India, Afrika dan Eropa. Keadaan seperti ini mendorong Persia, Habsyi dan Romawi untuk bersaing memperebutkan kekuasaan atas negeri itu. Persia menguasai perbatasan Arab sebelah timur, sedangkan Romawi menguasai perbatasan Arab bagian utara. Manadzirah di Irak dijadikan oleh Persia sebagai benteng untuk menahan perluasan pengaruh Romawi ke arah timur, sedangkan Ghassasinah dijadikan perisai oleh Romawi untuk menghadapi perluasan pengaruh Persia ke arah barat. Lebih dari itu, kedua kerajaan kecil tersebut berfungsi pula sebagai mata-mata untuk mencegah penyebaran orang-orang Arab Utara dari Najd dan Hijaz ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Di bagian utara, Hijaz menempati posisi yang tidak kalah penting dari pada Yaman dalam kegiatan niaga internasional. Di Hijaz terdapat kota-kota yang terletak pada jalur perdagangan antara Yaman dan Mesir atau antara Yaman dan Syiria. Kota-kota yang pada masanya memegang peranan penting di jalur niaga itu, antara lain Makkah, Madinah, Thaif, Madyan dan Daumah al-Jandal. Yang berkuasa di kota-kota itu adalah keluarga kaya dan terpandang yang memperoleh keuntungan-keuntungan materi berkat letak kota yang strategis itu.
Salah satu unsur kuat dalam kebudayaan Arab pra Islam adalah pembedaan kelas atau kasta. Kelas bangsawan tidak sama dengan kelas budak dan tidak ada sarana bagi seorang budak untuk menyamai bahkan melebihi kelas bangsawan. Demikian pula sebaliknya, tidak akan ada faktor yang menyebabkan runtuhnya kebangsawanan untuk merosot menjadi kelas budak.
Dalam segi Bahasa, Bahasa Arab adalah bahasa yang paling halus susunannya, paling kaya kata-katanya, paling lengkap kaidahnya dan paling tinggi sastranya. Salah satu cabang dari bahasa Arab adalah bahasa Yaman yang juga disebut bahasa Himyar. Bahasa Himyar merupakan bahasa budaya dan peradaban ketika Yaman masih jaya. Namun, ketika Yaman mengalami kemunduran dan terombang-ambing di bawah kekuasaan Habsyi dan Persia, maka masuklah unsur-unsur bahasa asing ke dalam bahasa tersebut. Inilah yang mendorong kemunduran bahasa Himyar dan menyebabkan bahasa itu kehilangan ciri-cirinya sebagai bahasa dari bangsa yang memiliki peradaban tinggi. Di saat yang sama, bahasa Hijaz yang disebut juga bahasa Qauraisy, menunjukkan perkembangan pesat sebagai akibat dari kebangkitan sastra di Makkah dan munculnya pasar-pasar di sekitarnya, disamping karena hubungan yang meningkat antara Hijaz dengan Syiria dan Irak melalui kegiatan niaga. Bahasa Quraisy memiliki uslub yang kuat, kaya arti dan sinonim, berdialek halus dan cenderung ringkas dalam pengungkapan. Karena itu, bahasa Quraisy dalam segala hal lebih unggul dari dialek-dialek bahasa kabilah-kabilah Arab lainnya. Bangsa Arab memiliki beberapa pasar yang digunakan untuk melakukan transaksi jual beli sekaligus untuk membacakan syair-syair mereka. Pasar-pasar tersebut terletak di dekat Makkah, diantaranya adalah Ukaz, Majinnah dan Dzul Majaz. Para penyair Arab dari berbagai penjuru datang ke pasar-pasar itu untuk membacakan syair-syair kebanggaan mereka. Syair-syair terbaik yang terpilih ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di Ka’bah dekat dengan patung-patung dewa pujaan mereka.  
Dalam bidang keilmuan, bangsa Arab pra Islam sudah mengenal cabang-cabang ilmu yang dikenal di Persia, Babilonia dan Yunani. Di kalangan mereka telah tumbuh ilmu watak yang didasarkan kepada pengamatan, pengalaman dan pengujian yang lama. Demikian pula pengamatan tentang perjalanan bintang yang melahirkan ilmu falak, ilmu kedokteran dan ilmu anatomi. Selain itu, mereka juga telah mengenal ilmu ramal untuk memperkirakan waktu yang akan datang, dan arkeologi dengan melihat sisa-sisa peninggalan manusia dan binatang yang telah lenyap. Melihat bahasa dan hubungan dagang bangsa Arab, Leboun berkesimpulan bahwa tidak mungkin bangsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Ia meyakini bahwa bangsa Arab ikut memberi saham dalam peradaban dunia sebelum mereka bangkit kembali pada masa Islam. Karena itu, kerajaan-kerajaan pada masa ini sudah mulai berdiri. Qahthaniyun di Yaman pernah mendirikan beberapa kerajaan dan berhasil membangun kebudayaan yang tinggi pada masanya, semisal Ma’in, Qutban, Saba’, Himyar. Kerajaan Saba’ memanfaatkan air hujan yang banyak turun di sana dengan membangun bendungan raksasa di dekat kota Ma’arib. Dari bendungan tersebut, air disalurkan melalui kanal-kanal ke pemukiman-pemukiman penduduk dan lahan-lahan pertanian di seluruh negeri. Pada masa pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur Jauh. Setelah kerajaan mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan baru ini terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajahi India, Cina dan Somalia ke pelabuhan-pelabuhan Yaman.
Bangsa lain dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri. Ka’bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Makkah, tetapi juga oleh segenap bangsa Arab di penjuru jazirah yang datang untuk melakukan haji. Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota itu, didirikanlah suatu pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu Jurhum, sebagai pemegang kekuasaan politik, dan Ismail, sebagai pemegang kekuasaan atas Ka’bah. Kekuasaan politik kemudian pindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy inilah yang kemudian mengatur urusan-urusan politik dan urusan-urusan yang berhubungan dengan Ka’bah. Qushai mendirikan dar al-nadwah, yaitu tempat yang digunakan untuk bermusyawarah bagi penduduk Makkah yang berada di bawah pengawasannya.
Dalam sisi agama, Bangsa Arab termasuk bangsa yang banyak memeluk agama. Diantaranya adalah agama Paganisme yaitu menyembah berhala atau patung. Agama ini paling banyak pengikutnya di jazirah arab. Llalu agama lain yang dianut adalah monotheisme, yaitu agama hanif yang di bawa oleh Nabi Ibrahim alaihissalam. Pengikut agama ini tidak terlalu banyak, bahkan ketika Islam datang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW mereka juga tidak segera iman pada Allah SWTt. Penduduk jazirah Arab juga ada yang memeluk agama Shabiah, yaitu agama yang menyembah binatang yang menurut mereka punya kekuatan. Tetapi ada juga yang memeluk agama Masehi, agama Majusi, agama Nasrani yang di bawa oleh orang Persia.
Dari sis aspek peradaban, bangsa Arab terbagi atas peradaban yang bersifat rohani dan material. Peradaban yang bersifat rohani tertuang dalam banyak karya sastra dan syair-syair jahili yang begitu dominan/menonjol. Hal ini juga bisa melihat tingkat kemajuan kehidupan mereka. Sedangkan peradaban material tertuang dari karya seni patung, bangunan dan bentuk fisik lainnya. Tetapi jika diklsifikasi, bangsa Arab yang maju adalah bangsa Arab yang tinggal di suatu daerah tertentu, bukan bangsa Arab yang nomaden (berpindah-pindah) yang tinggal di pesisir jazirah Arab. Sampai saat ini peradaban bangsa Arab juga banyak mempengaruhi dunia terutama bangsa-bangsa yang beragama Islam, mulai dari karya sastra, seni dan budaya maupun bangunan dan arsitek yang dipengaruh oleh peradaban Arab. Oleh karena itu tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa Bangsa Arab adalah bangsa yang istimewa di dunia ini.

Comments