IDENTIFIKASI LITERATUR (JURNAL) PRIMER
A.
Identitas Jurnal
Judul
: Kualitas Pendidikan Berbasis Filsafat Ilmu
Penyusun
: Izah Ulya Qadam
Tempat dipublikasikan : Universitas Negeri Semarang,
Jawa Tengah,
Tahun dipublikasikan : 2015
Tebal : 19 halaman
B.
Penjelasan Jurnal
Jurnal penelitian yang disusun
oleh Izah Ulya Qadam berjudul Kualitas
Pendidikan Berbasis Filsafat Ilmu ini dapat saya katakan sebagai salah satu
referensi untuk pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam terkait dengan
Filsafat Ilmu. Jurnal ini secara garis besar memperkenalkan bahwa integrasi ilmu agama dan ilmu
umum itu, memerlukan landasan filosofi yang didalamnya terdiri atas tiga pilar
yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Pembahasan
awal (BAB I) dari jurnal ini adalah
hubungan ilmu dan agama. Ilmu merupakan suatu istilah yang memiliki beragam
makna, pertama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap
pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Dapat kita pahami
bahwa ilmu mengacu pada ilmu seumum-umumnya. Kedua, ilmu menunjuk pada
masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari satu pokok soal
tertentu misalnya antropologi, geografi, dan sosiologi.
Masih
dalam pembahasan awal, penyusun memaparkan bahwa ilmu dapat pula dibedakan
berdasar maknanya, yaitu pengetahuan, aktivitas dan metode.[1] Dalam arti pengetahuan,
dikatakan bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any
systematic body of knowledge). John G. Kemeny menggunakan istilah ilmu
dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah (all
knowledge collected by means of the scientific method).
Ilmu
dikategorikan sebagai pengetahuan yang ilmiah dan dikembangkan melalui metode
ilmiah. Menurut Wan Daud,[2] diteliti dari aspek
linguistiknya saja, kata ‘ilm memang bermakna luas. Merujuk pada kamus
arabic-english lexicon, wan daud menjelaskan, kata ‘ilm berasal dari kata ‘ain
lam mim yang diambil dari kata ‘alamah, yaitu tanda, petunjuk, atau indikasi
yang dengannya sesuatu atau seseorang dikenal, kognisi atau label, ciri-ciri,
indikasi, dan tanda-tanda. Disebabkan hal seperti inilah, sejak dahulu umat
Islam menganggap ilmu berarti al-Qur’an, Syari’at, Sunnah, Islam, Iman, Ilmu
Spiritual, Hikmah, dan Ma’rifat yang semuanya menghimpun semua hakikat ilmu.
Setelah
saya membaca berulang-ulang tentu bahwa pemahaman mengenai istilah ilmu selalu
diukur oleh pengetahuan seseorang mengenai ilmu dan oleh sesuatu yang jelas
(realistis) bagi dirinya sendiri. Dan ketika cakupan ilmu sangat luas dan
memang faktanya seperti itu, maka pengetahuan seseorang terhadap ilmu tersebut
sangatlah terbatas. Oleh karena itu, dapat saya simpulkan bahwa pemahaman ilmu
dari masing-masing orang akan terbatas.
Jadi, menurut saya uraian di
atas mengidentifikasikan dengan jelas bahwa ilmu merupakan istilah dalam
pengetahuan ilmiah yang tiada batas waktu untuk dikembangkan, diteliti untuk
membuktikan suatu kebenaran yang sifatnya objektif.
Setelah
membahas ilmu, topik pembahasan selanjutnya adalah agama dan berbicara tentang
agama akan lain berbeda dengan ilmu. H.M. Rasjidi mengatakan bahwa agama adalah
hal yang disebut sebagai problem of ultimate concern, oleh karenanya tidak
mudah untuk didefinisikan.[3] Mukti Ali menunjukkan tiga alasan mengapa
agama sulit didefinisikan, yaitu pertama, pengalaman keagamaan bersifat
batiniah dan subjektif. Kedua, membahas arti agama selalu melibatkan emosi.
Ketiga, arti agama dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian
agama tersebut.[4]
Penyusun
mamaparkan dalam jurnalnya bahwa pada wacana filsafat, agama memiliki dimensi
eksoterik (bentuk) dan esotorik (subtansi). Secara eksoterik di dunia ini
dikenal banyak agama, namun diantara keragaman agama tersebut setiap agama
memiliki substansi yang menjadi titik temu bagi keragaman tersebut. Agama yang
dimaksud dalam hal ini adalah agama Islam, namun secara esoterik tentu Islam
memiliki nilai-nilai universal yang juga ada di setiap agama.[5]
Sedangkan,
Dalam wacana pemikiran Islam banyak kalangan memandang tidak ada persoalan
antara ilmu dan agama. Pengakuan tentang ayat kauniyah (ayat yang ada dalam
alam semesta) dan ayat qauliyah (ayat-ayat dalam kitab suci) telah dipandang
cukup untuk menjelaskan bahwa tidak ada pertentangan antara ilmu dan agama
dalam Islam, karena secara ontologi kedua ayat tersebut berasal dari Yang satu.
Ilmu dan agama meskipun dianggap
tidak ada persoalan, namun sejarah mencatat keduanya mengalami pendikotomi,
terutama ketika Al-Ghazali memisahkan antara ilmu agama sebagai ilmu ilmu wajib
dan ilmu-ilmu umum sebagai ilmu sunnah. Demikian pula berkembangnya
tasawuf yang memalingkan umat Islam pada kesalehan individu dengan meninggalkan
persoalan keduniawian. Di Indonesia, selama bertahun-tahun dikotomi tersebut
terlihat pada pemilihan bidang kajian, yaitu keagamaan yang dikembangkan di
Perguruan Tinggi Agama seperti STAIN/IAIN/UIN, adapun keilmuan umum
dikembangkan di Perguruan Tinggi Umum.
Uraian
berikut akan memberikan gambaran bagaimana kemajuan ilmu telah dicapai di dunia
Islam, bagaimana Islam telah memberikan kontribusi pada perkembangan keilmuan
barat. Berikut beberapa ilmuan muslim yang telah mewarnai perkembangan keilmuan
modern:
a. Ilmuan kimia; Jabir Ibnu
Hayyan (latin: Geber) dan Ar-Razi (nama latinnya Razhes).
b. Ilmuan fisika; Hasan Ibnu
Haytsam (Alhazen), al-Farisi (pengarang karya optik impresif), Al-Kindi
(Al-Kindus), dan Abdussalam (ilmuan muslim modern yang mendapatkan penghargaan
nobel dalam bidang fisika pada tahun 1979)
c. Ilmuan biologi; Ad-Damiri,
Al-Jahiz, Ibnu Wafid, dan Abu Khayr.
d. Ilmuan kedokteran; Ibnu
Masawayh, Abu Qasim Az-Zahrawi (Abucais), Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Rusyd
(Averoes), Ibnu Al-Baythar, dan lain-lain.
e. Ilmu geografi; Ibnu Majid,
Haji Khalifa, dan Yaqut Al-Hamawi.
f. Ilmuan astronomi; Al-Biruni,
Al-Battani, Umar Al-Kayyam, dan Tsabiq bin Qurrah.
g. Ilmuan matematika;
Al-Hawarizmi (Algorism), Al-kharki, dan Al-Kalasadi (pencipta notasi pecahan
modern).
Seorang ilmuwan yang bernama Ian Barbour[6] berusaha memetakan
hubungan ilmu dan agama dalam empat tipologi yaitu konflik, independensi,
dialog dan integrasi. pertama, dalam konflik hubungan ini ditandai dengan adanya
dua pandangan yang saling berlawanan antara ilmu dan agama dalam melihat satu
persoalan. Yang artinya Keduanya sama-sama memiliki argumentasi yang tidak
hanya berbeda tetapi saling bertentangan bahkan menafikan satu dengan yang
lain. Kedua, Independensi, Pandangan ini menempatkan ilmu dan agama tidak dalam
posisi konflik kebenaran ilmu dan agama sama-sama absah selama berada pada
batas ruang lingkup penyelidikan masing-masing. Ketiga, Dialog, Pendekatan
dialog ini memandang bahwa ilmu dan
agama tidak dapat disekat dengan kotak-kotak yang sama sekali terpisah,
meskipun pendekatan ini menyadari bahwa keduanya berbeda secara logis,
linguistik maupun normatif. Keempat, Integrasi. Ada dua makna dalam tipologi
ini, pertama bahwa integrasi mengandung makna implisit reintegrasi, yaitu
menyatukan kembali ilmu dan agama setelah keduanya terpisah; kedua, integrasi
mengandung makna unity, yaitu bahwa ilmu dan agama merupakan kesatuan
primodial.
Pembahasan kedua dari jurnal ini adalah membahas tentang hakikat integrasi
ilmu dan agama, dimana di dalamnya mencakup integrasi Ontologi Ilmu dan Agama,
integrasi Epistemologi Ilmu dan Agama, dan integrasi Aksiologi Ilmu dan Agama.
Integrasi Ontologi Ilmu dan Agama, Secara ontologis, hubungan ilmu dan
agama bersifat integratif- interdependensif, artinya eksistensi (keberadaan)
ilmu dan agama saling bergantung satu sama lain. tidak ada ilmu tanpa agama dan
tidak agama tanpa ilmu. Ilmu dan agama secara mordial berasal dari dan
merupakan bagian dari Tuhan, oleh karena ilmu adalah salah satu dari nama
Tuhan, sehingga eksistensi (wujud) ilmu dan agama adalah identik dan menyatu
dalam eksistensi Tuhan.
Integrasi Epistemologi Ilmu dan Agama, Secara epistemologi, hubungan
ilmu dan agama bersifat integratif-komplementer, artinya seluruh metode yang
diterapkan dalam ilmu dan agama saling melengkapi satu sama lain. dalam
pencarian kebenaran ilmu tidak hanya menerima sumber kebenaran dari empiris dan
rasio saja, namun juga menerima sumber kebenaran dari intuisi dan wahyu.
Integrasi Aksiologi Ilmu dan Agama, Secara aksiologis, hubungan ilmu dan
agama bersifat integratif-kualifikatif, artinya seluruh nilai (kebenaran,
kabaikan, keindahan dan keilahian) saling mengkualifikasi satu dengan yang
lain.
Dari uraian di atas penyusun memaparkan bahwa Integrasi ilmu dan agama
memerlukan landasan filosofi yang didalamnya terdiri atas tiga pilar yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Sehingga agama tidak menjadi landasan
etis namun lebih luas menjadi landasan filosofis bagi perkembangan ilmu.
IDENTIFIKASI
LITERATUR SEKUNDER
A. Literatur
Sekunder 1
Judul :
Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan
Penyusun :
Widyawati Setya
Tahun dipublikasikan : 2013
Tempat dipublikasikan: Surakarta
Tebal :
96 halaman
B. Literatur
Sekunder 2
Judul :
Ilmu dan Agama dalam Perspektif Ilmu Filsafat
Penyusun :
Cuk Nanta Wijaya
Tahun dipublikasikan : 2006
Tebal :
15 halaman
C. Literatur
Sekunder 3
Judul :
Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian Ilmu
Penulis :
Prof. Dr. Dra. Hj. Erlina Hasan, M.Si.
Penerbit :
Ghaila Indonesia
Tahun terbit : 2011
Tebal :
190 halaman
D. Literatur
Sekunder 4
Judul :
Aksiologi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan
Penyusun :
Maria Sanprayogi dan Moh. Toriqol Chaer
Tahun dipublikasikan : 2017
Tebal :
16 halaman
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Perbandingan Literatur Primer dan Sekunder
Harapan saya sebagai penyusun adalah dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan
mendatangkan kegunaan bagi pembaca terutama bagi mahasiswa sebagai penerus,
untuk mendalami metode ilmiah dan melakukan penelitian ilmiah. Harapan saya
selanjutnya adalah semoga mahasiswa
semakin kritis dalam sikap ilmiahnya dari apa yang mereka pelajari, terutama
dalam filsafat ilmu ini, serta dengan
mempelajari filsafat ilmu diharapkan mereka memiliki pemahaman lebih mengenai ilmu dan mampu menggunakan
pengetahuan tersebut dengan baik sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian ilmiah. Setelah mahasiswa lulus dan bekerja
mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah dalam pekerjaannya. Untuk
memecahkan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis
berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks
inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu diterapkan.
·
Dalam literatur sekunder pertama, yang berjudul "Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan
Ilmu Pendidikan", penulis menjelaskan tentang filsafat ilmu yang digunakan
sebagai landasan dalam ilmu pendidikan. Dalam konteks isi, buku ini lebih
memfokuskan pada penerapan filsafat dalam pengembangan ilmu pendidikan daripada
penyampaian materi filsafat ilmu seperti yang dijelaskan dalam buku primer.
·
Dalam literatur sekunder kedua, yang
berjudul " Ilmu dan Agama dalam Perspektif Imu Filsafat " dipublikasikan pada tahun 2006 ini disusun oleh Cuk Nanta Wijaya
Vol 40 yang berjumlah 15 halaman, didalamnya membahas tentang ilmu dan agama.
Dapat kita ketahui ilmu merupakan sebuah prestasi bagi manusia, ilmu itu ada
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kehidupan. Sedangkan agama
adalah suatu hal yang absolut dan tidak dapat diganggu gugat yang berasal dari
tuhan.Secara epistemologis, ilmu dan agama merupakan jenis pengetahuan yang
dimiliki manusia diantara pengetahuan yang lain : common sense, mitos,
ideologi, dan seni. Tentunya ada keterkaitan antara ilmu dan agama, disii lain
kadang ilmu dan agama juga pro kontra karena kadang ilmu yang berasal dari
manusia tidak dapat dimasukan dalama konteks agama.
Ilmu dikategorikan menjadi dua macam yaitu ilmu formal (logika dan
matematika) dan ilmu empiris empiris (ilmu apa saja yang diluar logika dan
matematika). Teori kebenaran yang digunakan kesesuaian dan kenyataan, ilmu
melihat sesutu yang obyektif, relatif tetap dan realistis antara pemikiran dan
kenyataan.sedangkan ilmu sosial kemanusiaan yang sering melibatkan perasaan dan
emosi, keterlibatan langsung dengan objek yang teliti lebih sulit mencapai
objektivitassedangkan ilmu sosial kemanusiaan yang sering melibatkan perasaan
dan emosi, keterlibatan langsung dengan objek yang teliti lebih sulit mencapai
objektivitas.
·
Dalam Buku sekunder ketiga, yang berjudul "
Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian Ilmu ". Mencakup tentang objek filsafat ilmu itu sendiri. Objek filsafat
ilmu mengarah pada dua objek yang pertama yaitu, objek material dan dan objek
formal. Objek material adalah suatu bahan yang dijadikan tinjauan dalam
kegiatan penelitian atau bahan untuk membentuk pengethuan itu sendiri yang oleh
Taliziduhu Ndraha disebut sebagai Body of knowledge (BOK) atau boleh
juga disebut sebagai objek material, yakni hal ynag diselidiki, dipandang atau
disorot oleh suatu disiplin ilmu. Sedangkan objek formal adalah susdut pandang
yang ditujukkan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan atau
sudut dari mana objek tersebut diamati, dipantau dan disorot. Jadi
keterkaitannya dengan materi buku primer yang saya review adalah tentang
keabsolutan suatu pengetahuan yaitu dengan sumber pengalaman atau kenyataan yang
telah terjadi pada diri orang tersebut, walau banyak sekali perbedaaan pendapat
di dalamanya karena setiap individu memiliki pengalaman dan kejadian nyata yang
berbeda-beda antar individu satu dengan individu lainnya.
·
Dalam Buku sekunder ke empat, yang berjudul
" Aksiologi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan " ini secara
isi lebih ke fungsi dari objek yang dikaji yaitu memaparkan bahwa Filsafat Ilmu mempunyai fungsi menjawab pertanyaan mengenai
realitas sebagai keseluruhan, manusia dalam keutuhannya, yang tidak dapat
ditangani oleh ilmu-ilmu dikarenakan dalam hal ini ilmu-ilmu tidak memiliki
sarana teoritis untuk membahasnya.
Filsafat ilmu harus merupakan
pengetahuan tentang ilmu yang didekati secara filsafati dengan tujuan untuk
lebih mengfungsionalkan wujud keilmuan baik secara moral, intelektual, maupun
sosial. Filsafat ilmu mencakup bukan hanya pembahasan mengenai ilmu itu sendiri
beserta perangkatnya tetapi juga sekaligus kaitan ilmu dengan berbagai aspek
kehidupan, seperti kebudayaan, pendidikan, moral, social, dan politik. Demikian
juga pembahasan harus diletakkan dalam kerangkan berpikir secara keseluruhan.
Ilmu bersifat netral,
ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk dan si pemilik pengetahuan itulah
yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan
kekuasaan yang besar itu terletak pada sistem nilai si pemilik
pengetahuan.
Judul Buku
|
Isi/Materi
|
Latar
Belakang
|
Teknis
|
Layout penulisan
|
Keupdate-an literatur
|
Kualitas Pendidikan Berbasis Filsafat
Ilmu
|
Menjelaskan tentang materi-materi dasar pengenalan filsafat ilmu, hubungan ilmu dan agama, integrasi
aksiologi, epistemologi, dan ontologi yang terdiri dari 2 bab.
|
Dari Tata letaknya
jurnal ini mudah dicermati oleh pembaca, akan tetapi masih terdapat
kekurangan yaitu contoh penerapan materi dalam kehidupan sehari-hari. Serta materi-materi yang kurang tuntas
pembahasannya
|
Dalam jurnal ini terdapat beberapa kalimat yang kurang padu.
|
Menurut saya pribadi jurnal ini
dapat dikatakan sebagai referensi yang cukup update nyatanya membahas
integrasi kelimuan yang sedang hangat
diperbincangkan saat ini, apalagi di Universitas yang ada di Indonesia.
|
|
Filsafat Ilmu Sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Pendidikan
|
Buku ini memaparkam lebih ke manfaat (nilai) dari objek
kajian tertentu (filsafat) yaitu, membahas tentang filsafat ilmu sebagai
landasan dalam pendidikan.
|
Harapan dari penulis buku ini adalah agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami bahwa landasan pengembangan ilmu
pendidikan adalah Filsafat Ilmu. Serta mengetahui fungsi dan manfaat
didalamnya.
|
Tentu buku ini adalah salah satu
referensi terpilih untuk pembaca, dengan penulisan yang sistematis memudahkan
pembaca dalam memahaminya dan yang lebihnya lagi penulis menyajikan
contoh-contoh untuk pembaca agar lebih realistis
|
Susunan kalimat dalam buku ini menurut
saya pribadi sudah tersusun dengan baik. Sehingga dapat memudahkan pembaca
dalam mengidentifikasi isi dari buku ini.
|
Buku ini memiliki keupdate-an yang kurang,
karena masih ada materi yang belum tersampaikan secara gamblang (jelas).
|
Ilmu dan Agama dalam Perspektif Ilmu
Filsafat
|
Jurnal ini berisikan tentang pemaparan
mengenai Ilmu dan agama, pro dan kontra antara ilmu dan agama.
|
Harapan penyusun adalah agar pembaca
mampu mengkategorikan ilmu dan memahami agama itu sendiri serta mengenal
lebih dalam permasalah yang ada didalamnya.
|
Didalam jurnal ini masih ada kata-kata
yang asing bila dibaca.
|
Penyusunan jurnal ini sudah bisa dikatakan rapi, namun ada
beberapa kata yang masih awam ditelinga pembaca sehingga nantinya pembaca
akan agak sulit memahami dari isi jurnal tersebut.
|
Jurnal ini sudah bisa dikatakan
update karena pembahasan didalamnya mengacu pada perkembangan zaman.
|
Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian
Ilmu.
|
Buku ini memaparkan tentang objek-objek dari filsafat ilmu
seperti objek material dan objek formal serta kegunaannya untuk kegiatan
penelitian (bahan) untuk membentuknya.
|
Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami metode-metode penelitian, serta
memahami secara logis tentang objek filsafat ilmu
|
Teknis dari penulisan buku tentu memberikan
kontribusi untuk para pembaca.dimana didalamnya sudah gamblang (jelas)
mengenai pembahasannya.
|
Penyusunan buku ini sudah tersusun secara sistematis. Namun masih
terdapat kata-kata asing yang mempersulit pembaca pemula dalam memahami buku
tersebut
|
Buku ini memiliki tingkat keupdate-an
yang baik dan materi yang disampaikan penulis, dijelaskan secara lebih
spesifik.
|
Aksiologi Filsafat Ilmu dalam
pengembangan Ilmu Pengetahuan
|
Jurnal ini memaparkan secara jelas tentang
aksiologi yang dimana merupakan salah satu pilar dari filsafat ilmu.
|
Penyusun mengarapkan agar pembaca mampu menerapkan fungsi dari apa yang
dia susun (jurnal).
|
Jurnal
ini disusun dengan baik dan sistematis, serta mudah dipahami oleh pembaca yang ingin mempelajari tentang pilar
filsafaf ilmu yaitu aksiologi
|
Penyusunan jurnal
ini sudah baik dan memenuhi kaidah penulisan yang baku, akan tetapi ada saja kata-kata yang masih awam
sehingga sulit untuk dipahami
|
Tingkat keupdate-an jurnal ini sudah baik, 2017 adalah tahun publisnya dimana pada tahun tersebut update
tentang segala hal sedang berlangsung.
|
PENUTUP
Paparan dari literatur Primer menunjukkan bahwa integrasi ilmu agama dan ilmu umum memerlukan sentuhan ibunya
ilmu tak lain lagi adalah landasan filosofi yang didalamnya terdiri atas tiga
pilar yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Sehingga agama tidak menjadi
landasan etis namun lebih luas menjadi landasan filosofis bagi perkembangan
ilmu. Dengan demikian outcome yang dihasilkan dari institusi yang menginginkan
integrasi ilmu dan agama adalah bukan hanya ilmuwan muslim namun ilmuwan Islam.
Ilmuwan muslim yang dimaksud adalah ilmuan yang beragama Islam yaitu seseorang
yang menguasai ilmu dan kuat keimanannya, sedangkan ilmuwan Islam adalah ilmuan
yang tidak hanya kuat keimanannya namun yang dapat menjadikan Islam sebagai
paradigma bagi pengembangan ilmu. Secara ontologis, epistemologis dan
aksiologis.
Integrasi antara ilmu dan
agama. Ilmu dan agama bukan sesuatu yang terpisah dan bukan pula sesuatu yang
satu berada diatas yang lain. Pandangan bahwa agama lebih tinggi dari
ilmuadalah pengaruh dari konsep tentang dikotomi ilmu dan agama. Ilmu dianggap
sebagai ciptaan manusia yang memiliki kebenaran relatif yang oleh karenanya
memiliki posisi lebih rendah dibanding agama sebagai ciptaan Tuhan yang
memiliki kebenaran absolut.
DAFTAR
PUSTAKA
Izah Ulya Qadam, 2015.
Kualitas Pendidikan Berbasis Filsafat Ilmu. Universitas Negeri
Semarang, Jawa Tengah
Widyawati Setya, 2013. Filsafat Ilmu sebagai
Landasan Pengembangan Ilmu. Surakarta
Cuk Nanta Wijaya, 2006. Ilmu dan Agama dalam
Perspektif Ilmu Filsafat.
Prof. Dr. Dra. Hj. Erlina Hasan, M. Si. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian
Ilmu. Ghaila Indonesia
Maria Sanprayogi dan Moh. Toriqol Chaer. 2017. Aksiologi
Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan.
[1] Ibid., hlm.
26-29
[2] Wan Mohd.
Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam and Its implication For
Education in Developing Country, terj. Munir, Konsep Pengetahuan Dalam Islam (
Bandung; Pustaka, 1997), hlm. 65
[3] Endang
Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama (Surabaya; Bina Ilmu, 1987),
hlm 17.
[4] Mukti Ali, Agama,
Universitas dan Pembangunan, (Bandung: IKIP, 1971), hlm. 7.
[5] Aqom
Kuswanjono, Integrasi Ilmu dan Agama Perspektif Filsafat Mulla Sadra, Badan
Penerbitan Filsafat UGM: Yogyakarta, 2010, Hal. 35
[6] Ian
Barbour, Nature, Human Nature, and God (Minneapolis: Fortress Press,
2002), hlm. 47-50
Comments